Sabtu, 30 Mei 2020

Short Review tentang dampak COVID 19 terhadap Perekonomian
Oleh : Muhammad Adam, S.E.I
-Pembelajar Ekonomi Islam-

Kondisi COVID-19 ini tidak hanya berimplikasi kepada sistem kesehatan dunia dan memberikan guncangan kesehatan manusia saja, Ekonomi sebagai bagian dari kehidupan manusia dan aktivitas sehari-harinya dalam memenuhi kebutuhan pun juga mengalami guncangan (Shock) baik dari sisi Pemintaan (Demand) maupun Penawaran (Supply). Tulisan singkat ini mencoba untuk menganalisa dampak COVID-19 terhadap perekonomian baik dari sisi Permintaan secara keseluruhan (Aggregat Demand) maupun dari sisi Penawaran (Aggregat Supply).
Dari aspek permintaan, ada empat Faktor utama yang bisa dijadikan dasar analisis ekonomi secara aggregate, yaitu Konsumsi rumah tangga, Investasi, Pengeluaran Pemerintah serta Ekspor dan Impor. tentu jika secara faktual empat faktor utama dalam permintaan dalam kondisi COVID-19 ini terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka Permintaan secara agregat akan mengalami goncangan dan perubahan. Pertama, dari aspek konsumsi rumah tangga COVID-19 sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Jika dilihat secara agregat, selama masa COVID-19 terdapat perubahan perilaku konsumsi masyarakat, hal ini dikarenakan COVID-19 menuntut manusia merubah aktivitasnya sehari-hari, pembatasan ruang gerak and aktivitas sosial akibat masa pandemic ini merubah drastis aktivitas konsumsi. Konsumsi di sektor-sektor yang melibatkan aktivitas sosial menutun sangat drastis, sebut saja transportasi dan wisata, konsumsi di ruang public semisal restoran, café dan tempat makan lainnya, namun pada sektor-sektor kebutuhan konsumsi pokok dan tidak terikat aktivitas sosial semisal bahan pangan pokok cenderung stabil bahkan meningkat, yang paling meningkat pada masa COVID-19 tentu konsumsi pada sektor obat-obatan maupun alat kesehatan selain itu konsumsi telekomunikasi juga mengalami peningkatan seiring dengan aktivitas dan kerja secara online maupun remote dari rumah.
Pada Investasi, COVID-19 juga merubah pola konsumsi, banyak orang yang lebih cenderung melikuidasi dana-dana yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, sentimen investasi di pasar modal pun di mana-mana mengalami penurunan didorong aspek ketidakpastian yang dimunculkan oleh pandemic. Di Sektor Pengeluaran Pemerintah, kondisi ini mendorong konsumsi pemerintah dalam rangka fokus penanganan ke arah penyelesaian COVID-19. Ekspor dan impot juga akan terdampak oleh COVID-19, hal ini dikarenakan banyaknya Negara yang membatasi keluar masuknya barang dan jasa, kebijakan Lockdown di beberapa Negara tentu berpengaruh terhadap aktivitas ini, namun di Indonesia sendiri dikarenakan COVID-19 baru dimulai pada awal Maret 2020, data BPS menunjukkan bahwa di sektor impor secara bulanan dari Februari justru mengalami peningkatan sebesar 0,23%, walaupun secara YoY turun sebesar 0,20% dari Maret tahun sebelumnya. Prediksi penulis, dampak COVID-19 terhadap ekspor ini akan lebih terlihat nyata pada bulan-bulan selanjutnya terutama akan terlihat pada kuartal kedua di tahun 2020. Pada Masa Pendmi COVID ini secara umum permintaan agregat mengalami penurunan akibat dampak COVID-19, jika berkaca pada Negara-Negara yang telah lebih dulu terkena sangat jelas sekali dampak COVID-19 terhadap aggregate demand memiliki ekses negatif yang tinggi.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi Penawaran Agregat, COVID-19 juga sangat berdampak kepada aktivitas produksi perusahaan. Dalam kondisi wabah COVID-19 sekarang penawaran barang berbeda antara satu sektor dengan sektor yang lain, dampak-dampak tersebut antara lain. Pada sektor-sektor produksi dan ekonomi semisal Manufaktur, Otomotif, Pariwisata terjadi penurunan. Hal ini karena memang pertama faktor-faktor produksi semisal Bahan Baku menjadi lebih sulit di dapat, di Indonesia sendiri sebagian besar industri-industri manufaktur misalnya, banyak yang menggunakan bahan baku impor, dengan demikian pasukan bahan baku menjadi lebih langka dan secara langsung mengakibatkan produksi menurun. Selain itu, Faktor produksi semisal Tenaga kerja (Labor) juga terpengaruh, banyak perusahaan menerapkan aktifitas work from home (WFH) sehingga banyak perusahaan yang mengurangi aktivitas produksi karena aktivitas tenaga kerja yang terbatas. Di Sektor Pariwisata juga penawaran terdampak sangat besar, di mana mobilitas semakin kecil dan permintaan menurun drastis, implikasinya harga-harga di sektor ini turun agar menarik permintaan. Dengan demikian, di sektor-sektor yang disebutkan di atas menjadi menurun dikarenakan pengaruh Pandemic ini dikarenakan permintaan yang menurun.
Pada sektor makanan, pertanian, peternakan dan bahan pokok persediaan dan produksi masih tinggi. Beberapa sektor seperti perikanan yang bergantung kepada alam malah cenderung kepada overproduction yang mengakibatkan persediaan banyak dan harga dari nelayan cenderung turun. Penulis pribadi merasakan bahan makanan di pasar tidak terlalu banyak berubah dari sisi penawaran, kecuali makanan-makanan yang ada kaitannya dengan COVID-19. Jahe misalnya, harga yang ditawarkan cenderung meningkat karena ada ‘pemahaman’ bahwa jahe mampu menangkal COVID-19. Namun pada sumber hewani semisal Ayam, harganya malah cenderung turun dengan pasokan yang cukup stabil di pasar tradisional yang masih buka. Jadi pada masa pandemic seperti ini sektor-sektor konsumsi untuk kebutuhan pangan harian masih cenderung stabil dan menguat. Namun, yang menarik adalah penawaran barang-barang yang kaitannya dengan kesehatan, secara kasat mata terlihat seperti fenomena Underproduction di mana kelangkaan barang-barang terjadi.
Secara umum Wrenn-Lewis (2020) misalnya, menerangkan bahwa efek langsung (direct effect) dari sisi produksi disaat terjadi pandemic COVID-19 pada tingkat kuartalan akan menunjukkan dampak yang lebih besar dan mengakibatkan GDP akan turun pada masa kuartal tersebut, pada skala tahunan maka GDP akan lebih kecil terdampaknya, sekitar 1% sampai 2% dari total GDP, bahkan menurutnya walaupun seluruh sekolah tutup dan para pegawai menghindari kerja selama 3 bulan penurunan GDP (GDP Loss) maksimal hanya akan menyentuh angka 5%, pernyataan ini memang rasanya terlihat kontradiksi dengan kondisi lapangan secara langsung bagi yang terdampak dan merasakan implikasinya langsung. Penyebab produsi terdampak adalah karena faktor produksi tenaga kerja yang terkena impact secara langsung dari pendemic.  Pembatasan ruang gerak dan mobilitas para pekerja secara otomatis akan mengakibatkan menurunnya aktivitas produksi dan tentu menurunkan jumlah (output) produksi perusahaan.  Indonesia sendiri dengan COVID-19 dimulai sejak awal maret 2020 memang belum mencapai satu kuartal dan belum bisa dilihat secara langsung impactnya terhadap perekonomian pada kuartal ini, namun jika dirasakan secara langsung, sebenarnya kita sudah bisa merasakan bagaimana dampak COVID-19 ini sari sisi permintaan, terutama pada sektor-sektor yang melibatkan pekerja dan sektor-sektor yang menawarkan produk pada ruang publik dan produk yang terkait mobilitas (wisata, transportasi, pelayanan-pelayanan publik, dsb).
Oleh karea itu, Dari sisi teori penawaran aggregat dalam pandangan penulis kondisi COVID ini akan mempengaruhi Kurva Jangka Pendek dari aggregat Supply (SRAS) namun secara umum tidak mempengaruhi secara jangka panjang, hal ini karena yang terdampak paling tersampak adalah perubahan tenaga kerja dan modal serta dalam kondisi seperti faktor yang mengalami banyak perubahan adalah faktor harga.
Kesimpulannya Pada kondisi COVID-19 ini perekonomian secara aggregate baik dari sisi Permintaan maupun Penawaran akan terdampak negatif. Secara siklus bisnis Negara-negara besar terdampak COVID-19 semisal China, Italia dan Amerika serikat pun telah mengarah kepada Resesi, Namun harapannya kondisi ini tidak bertahan lama dan tidak terlalu dalam, dan setiap elemen masyarakat terutama pemerintah juga memiliki kesiapan untuk menyambut titik balik kondisi ini ke arah recovery dan perbaikan di masa yang akan datang.

#COVID19 #EkonomiIslam #Supply #Demand
Surabaya, 31 May 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menjaga kesadaran dan ketaatan Pasca Ramadhan Muhammad Adam, S.E.I -Seorang Pembelajar- Bisyr bin Al-Harits Al-Hafi seorang ulama ...